6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Teori Kodok Rebus


Hey kalian, hampir saja saya melewatkan menyapa para pecinta literasi. Maaf lahir batin semua sahabat pena jikalau terdapat kesalahan dalam beberapa postingan sebelumnya. Semoga kita semua kembali sebagai kertas putih tanpa noda. Aamiin.

Bersama desiran ombak, weekend pertama tepat di momen petualangan baru. Mungkin bukan kali pertama, tapi bisa jadi yang paling spesial. Bertatap muka dengan orang baru, beradaptasi dengan lingkungan baru serta pakaian seragam yang serba baru, tepat di momentum yang masih fitrah.

Saya cuma mau berbagi cerita tentang kesan pertama kehidupan berbirokrasi. Dalam sebuah orientasi, salah seorang pejabat mengutip sebuah teori dari salah seorang guru besar di kampus terkemuka di sulsel dan disampaikan ulang secara sederhana. Dia menamainya dengan teori kodok rebus.

Katanya, seekor kodok yang dimasukkan dalam sebuah panci, lalu dituangkan air panas secara perlahan tak akan membunuh kodok itu, malah membuatnya perlahan merasa nyaman. Kenapa? Karena kodok itu kemudian beradaptasi dengan suhu dari air panas itu. Pada akhirnya kodok itu tak akan berkeinginan beranjak dari panci tersebut.

Secara gamblang, dia mengibaratkan perilaku itu dalam anekdok yang menarik, bahkan sempat membuatku tersenyum pahit hehehe. Dia berujar bahwa jangan kalian yang dahulunya seorang aktivis di kampusnya, sering demo sana-sini, punya banyak ide dan gagasan genius, tapi sampai di tempat kerja malah jadi kehilangan idealismenya. Dikasi kesempatan untuk mengabdi, memperbaiki apa yang dulu sering diteriakkan saat demo, tapi malah terbawa arus dengan lingkup kerja yang terlalu nyaman. Kalian ikutan terjerembab, yang pada akhirnya tak mampu berinovasi. Dan keluarlah statement "ka dulu begini tonji disini."

Saya tersenyum mendengarnya. Antara menjadi sebuah tantangan, dorongan, atau bekal berharga. Sebab, perubahan benar adanya dilandasi dengan inisiasi, dan harus di support dengan orang di sekeliling. Sendiri kita kuat, bersama kita jauh lebih kuat. Soekarno saja butuh 10 pemuda yah? (semoga tidak salah).

Tapi, bagi saya wajar ekspektasi tinggi itu disematkan bagi para lulusan birokrasi baru. Sebab, sejak 2014, sistem perekrutan yang mulai transparan memberikan harapan akan bebasnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dan yang terpenting, memberikan harapan yang sama kepada setiap pemuda-pemudi terbaik bangsa untuk bersaing masuk dalam dunia birokrasi, tanpa ada lagi embel-embel "kalian bayar berapa?" atau "kalian anaknya pejabat siapa?". Perlahan, saya merasa bahwa skeptisme tentang yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin bisa terkikis.

Pertanyaannya sekarang, sejauh apa idealisme dan tuntutan kerja berjalan secara beriringan? Saya pun masih tak bisa menjawabnya sekarang, mungkin beberapa suhu lainnya bisa. Untuk sekarang, biarlah waktu mengalir dan menemui muaranya entah di momen mana lainnya. Dan saya yakin, kalian pun seperti itu.

Happy Weekend Everyone :)

Posting Komentar

2 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement